Orang yang bermadzhab kepada salah satu madzhab tertentu
meniscayakan kepadanya untuk mempelajari kitab-kitab yang ada pada madzhab
tersebut, namun demikian bagi madzhab – madzhab yang besar yang banyak
pengikutnya tentunya akan lebih banyak referensi sumber bacaam dari madzhab
tersebut yang harus dikajianya, yang notabene tersebar di banyak hasil karya
imam atau tokoh – tokoh madzhab tersebut.
Madzhab syafii jika Dibandingkan dengan madzhab-madzhab fiqih
lainnya merupakan madzhab yang paling banyak buku-buku fiqhnya, dalam
maktabah-maktabah, kemungkinan besar buku-buku madzab fiqh Syafi’i ini
menghabiskan setengahnya bahkan lebih dari isi maktabah tersebut.
Banyaknya sumber bacaan dari madzhab syafii ini tidak lain tentunya berkat
kejuhudan tokoh-tokoh Syafi’iyyah. Juga karena sumber kitab tersebut satu sama
lain ditulis dengan saling mengacu pada kitab sebelumnya, sehingga berkaitan
dan bersambung. Dikenal dalam tradisi ulama dengan istilah Matan (
maksudnya kitab pokok yang ditulis seorang tokoh), Syarah ( maksudnya
penjelasan dari kitab matan diatas baik ditulis lagi oleh sang penulis matan
maupun penulis lainya), Hasyiyah ( maksudnya perluasan dari syarah matan
tersebut )
Buku yang pertama kali dalam madzhab Syafi’i adalah kitab al-Umm
karya Imam Syafi’i (w 150 H) sendiri, namanya saja Al-um mengisyaratkanbuku ini sebagai induknya buku-buku yang lain.
Dalam istilah piramida hukum kitab al Um ini mendududuki peringkat teratas, Disusul
Pada masa berikutnya, buku al-Umm ini diringkas oleh muridnya yang
bernama Imam al-Muzani (w 264 H) dalam bukunya berjudul Mukhtashar
al-Muzani. Tidak lama kemudian, buku Mukhtashar al-Muzani ini disyarah
oleh Imam al-Haramain al-Juwaini (w 478 H) dalam Nihayatul Mathlab fi
Dirayah al-Madzhab. Selang beberapa lama karya Imam Juwaini ini
diringkas oleh muridnya Imam al-Ghazali (w 505 H) dalam bukunya Al-Basith.
Tidak puas dengan al-Basith, Imam Ghazali meringkasnya menjadi al-Wasith,
kemudian al-Wasith diringkas juga dalam bukunya yang lain berjudul Al-Wajiz
dan terakhir buku al-Wajiz ini diringkas lagi dalam bukunya Al-Khulashah.
Imam ar-Raf’i (w 624 H) meringkas al-Wajiz karya Imam al-Ghazali tadi menjadi Al-Muharrar.
Selang beberapa lama, Imam Nawawi (w 676 H) meringkas buku al-Muharrar dalam
karyanya Minhajut Thalibin yang kemudian menjadi pegangan utama
para ulama Syafi’iyyah dalam berijtihad dan berfatwa. Kemudian, buku Minhajut
Thalibin ini diringkas oleh Syaikhul Islam Zakaria al-Anshari dalam bukunya Al-Manhaj.
Buku al-Manhaj ini lalu diringkas oleh Imam al-Jauhari menjadi An-Nahj.
Imam ar-Rafi’i juga mensyarah kitab al-Wajiz karya Imam Ghazali dalam dua buah
karyanya yakni Asy-Syarh As-Shagir, Dan Asy-Syarh Al-Kabir yang
diberi nama dengan Al-’Aziz. Kemudian Imam Nawawi meringkas buku
al-Aziz karya Imam Rafi’i tadi menjadi Ar-Raudhah (lengkapnya
Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin), lalu Ibnu Muqri meringkas ar-Raudah
menjadi ar-Raud. Imam Zakaria al-Anshari kemudian mensyarah buku
ar-Raud ini dalam karyanya berjudul Asnal Mathalib.
Ibnu Hajar al-Haitami (w 974 H) meringkas buku ar-Raud ini dalam karyanya
berjudul an-Na’im. Kitab ar-Raudhah juga diringkas oleh Ahmad bin
Umar al-Muzjid az-Zabidi dalam karyanya berjudul al-’Ibab,
kemudian Ibn Hajar al-Haitami mensyarahnya menjadi al-Ii’ab hanya
saja tidak sampai akhir.
Imam Suyuthi (w 911 H) meringkas kitab ar-Raudah ini dalam karyanya berjudul al-Gunyah,
dan mengumpulkannya menjadi kumpulan nadham dalam karyanya berjudul al-Khulashah,
akan tetapi tidak sampai selesai.
Imam al-Qazwini meringkas buku al-Aziz karya Imam Rafi’i dalam karyanya
berjudul al-Hawi ash-Shagir, kemudian dikumpulkan dalam
nadham-nadham oleh Ibn al-Wardi dalam karyanya berjudul al-Bahjah.
Lalu kitab al-Bahjah ini disyarah oleh Syaikhul Islam Zakaria al-Anshari dengan
dua syarah (hanya tidak disebutkan nama syarah ini).
Ibnu al-Muqri meringkas buku al-Hawi ash-Shagir menjadi al-Irsyad.
Al-Irsyad ini disyarah oleh Ibn Hajar al-Haitami dalam dua syarah. Setelah masa
Ibnu Hajar al-Haitami ini baru bermunculan buku-buku berupa hasyiyah dari
kitab-kitab sebelumnya.
Tampak kesinambungan buku-buku fiqh madzhab Syafi’i ini antara satu dengan yang
lainnya. Inilah yang menyebabkan buku-buku fiqh Madzhab Syafi’i ini menjadi
lebih banyak bila dibandingkan dengan madzhab fiqh lainnya. Hal ini juga
menjadikan cara penempatan bab-bab fiqh dalam buku-buku fiqh Syafi’i menjadi
hampir sama. Misal, pembagian bab-bab yang disusun dalam kitab al-Umm hampir
sama penempatannya dengan buku Minhajut Thalibin atau syarahnya.
Berikut adalah urutan sejarah kitab-kitab madzhab Syafi’i. Dari sejarah
perkembangan madzhab Syafi’i, kitab-kitab fiqh madzhab Syafi’i dicoba dibagi ke
dalam tujuh kelompok.
Ketujuh pengelompokan dimaksud adalah:
1. Karya-karya Imam Syafi’i
2. Karya-karya Ulama Syafi’iyyah generasi pertama
3. Karya-karya ulama Syafi’iyyah generasi kedua
4. Karya-karya yang berkaitan dengan fiqih muqaran
5. Karya-karya yang membahas tema-tema tertentu dan khusus
6. Karya-karya yang tidak termasuk salah satu dari lima kelompok di atas
Post a Comment