Hukum haul
Pengantar
Peringatan haul yang lazim kita laksanakan, baik haulnya orang tua,
keluarga, guru, kyai, wali, sunan, habib, atau tokoh lainnya bukanlah hal yang aneh
bagi kita. Bahkan biasanya jauh hari sebelum hari pelaksanaan haul tersebut Di
pinggir-pinggir jalan sudah dipasang spanduk atau baliho yang bertuliskan “Hadirilah acara peringatan
haul Syaikh—fulan—yang ke—sekian kalinya.”
Acara haul sudah merupakan upacara ritual seremonial yang biasa dilakukan
oleh umumnya masyarakat Indonesia untuk memperingati hari kematian seseorang. Awalnya,
acara ini biasanya diselenggarakan setelah proses penguburan, kemudian
berlanjut setiap hari sampai hari ke-7. Lalu diselenggarakan lagi pada hari
ke-40 dan ke-100. Untuk selanjutnya acara tersebut diadakan tiap tahun di hari
kematian si mayit atau yang masyhur dikenal dengan “haul” yang berarti “tahun”
dalam bahasa Arab.
Haul dalam pembahasan ini
diartikan dengan makna setahun. Jadi peringatan haul maksudnya ialah suatu
peringatan yang diadakan setahun sekali bertepatan dengan wafatnya seseorang yang
ditokohkan oleh masyarakat, baik tokoh perjuangan atau tokoh agama/ulama
kenamaan.
Tujuan Diadakannya Peringatan Haul
Peringatan haul ini diadakan
karena adanya tujuan yang penting yaitu mengenang jasa dan hasil perjuangan
para tokoh terhadap tanah air, bangsa serta umat dan kemajuan agama Allah,
seperti peringatan haul wali songo, para haba'ib dan ulama besar lainnya, untuk
dijadikan suri tauladan oleh generasi penerus.
Rangkaian Kegiatan yang
dilaksanakan dalam Acara Haul
a. Berziarah ke
makam sang tokoh dan membaca dzikir, tahlil, kalimah thayyibah serta membaca Al-Qur’an
secara berjama’ah dan do’a bersama di makam;
b. Diadakan
majlis, mau'idzoh hasanah dan pernbacaan biografi sang tokoh/manaqib seorang wali/ulama atau haba’ib;
c. Dihidangkan
sekedar makanan dan minuman dengan niat selamatan/shodaqoh ‘anil mayit.
Bagaimana Hukum Mengadakan Peringatan Haul
Selama dalam peringatan haul
itu tidak ada hal yang menyimpang dari tujuan sebagaimana yang disabdakan oleh
Nabi atau yang difatwakan oleh para ulama, maka haul hukumnya jawaz (boleh). Jadi, salah besar jika
ada orang yang mengatakan bahwa secara mutlak peringatan haul itu hukumnya
haram atau mendekati syirik.
Dalil diperbolehkannya Peringatan Haul
Berikut ini ada beberapa dalil
syar’i yang berkaitan dengan masalah
peringatan haul dengan serangkaian mata acaranya.
a. Hadits
riwayat Imam Waqidi sebagaimana yang tersebut dalam kitab Nahjul Balaghoh hal.
399
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يزور قتلى أحد في كل حول، وإذا لقاهم بالشعب
رفع صوته يقول : السلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار. وكان أبو بكر يفعل مثل
ذلك وكذلك عمر بن الخطاب ثم عثمان بن عفان رضي الله عنهم. [رواه الواقدي]
Artinya:
“Adalah
Rasulullah SAW. berziarah ke makam syuhada’ Uhud pada
setiap tahun. Dan ketika beliau sampai di lereng gunung Uhud beliau mengucapkan
dengan suara keras “semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada kamu berkat
kesabaranmu, maka alngkah baiknya tempat kesudahan”. Kemudian Abu Bakar, Umar
bin Khatthab dan Utsman bin ‘Affan juga melakukan seperti tindakan Nabi
tersebut”.
b. Hadits
riwayat Imam Thabrani dan Imam Baihaqi :
ما جلس قوم يذكرون الله تعالى فيقومون حتى يقال لهم قوموا قد غفر الله لكم
ذنوبكم وبدلت سيئاتكم حسنات. [رواه الطبراني والبيهقي]
Artinya :
“Tiada
suat kaum yang berkumpul dalam satu majelis untuk berdzikir kepada Allah
kemudian mereka bubar sehingga diundangkan kepada mereka “bubarlah kamu”,
sungguh Allah telah mengampuni dosa-dosamu dan kejahatan-kejahatanmu telah
diganti dengan kebaikan-kebaikan”. (HR. Thabarani dan Baihaqi)
c. Hadits
riwayat Imam Dailami :
ذكر الأنبياء من العبادة وذكر الصالحين كفارة، وذكر الموت صدقة، وذكر القبر
يقربكم إلى الجنة. [رواه الديلمي] اهـ الجامع الصغير : 158
Artinya :
“Menyebut-nyebut
para Nabi itu termasuk ibadah, menyebut-nyebut para shalihin itu bisa menghapus
dosa, mengingat kematian itu pahalanya seperti bersedekah dan mengingat alam
kuburitu bisa mendekatkan kamu dari surga”. (HR. Dailami)
d. Fatwa Ulama
(Syaikh Abdur Rahman al-Jaziri) dalam kitabnya al-fiqih ala madzahibil
arba’ah :
وينبغي للزائرالاشتغال بالدعاء والتضرع والاعتبار بالموتى وقراءة القرآن
للميت، فإن ذلك ينفع الميت على الأصح. اهـ [الفقه على مذاهب الأربعة 1/540]
Artinya :
“Sangat
dianjurkan bagi orang yang berziarah kubur untuk bersungguh-sungguh mendo’akan
kepada mayit dan membaca Al-Qur’an untuk mayit, karena semua itu pahalanya akam
bermanfaat bagi mayit. Demikian itu menurut pendapat ulama yang paling shahih”.
Memang begitulah doktrin
Ahlussunnah wal Jamaah tentang ziarah kubur dan haul. Kedua-keduanya merupakan
salah satu dari sekian banyak cabang amalan qurbah yang dianjurkan dalam
agama. Namun dibalik itu ada hal yang patut disayangkan karena di dalam
pelaksanaannya sering terjadi kemaksiatan yang sangat mencolok yang dilakukan
oleh warga kita sewaktu menghadiri acara tadi, yakni berbaurnya kaum laki-laki
dan perempuan dalam satu tempat : di sarean sewaktu mereka berziarah kubur,
berjubel-jubel dalam satu ruangan sewaku hadir pada acara haul atau
berjejal-jejal dalam satu kendaraan (truk) yang mengangkat sewaktu mereka
berangkat dan pulang dari tempat acra dll.
Maka alangkah bijaknya jika
masing-masing oknum, baik panitian atau warga yang hadir mau memperhatikan
fatwa ulama klasikk yang menaruh rasa saying kepada umat dengan maksud agar
amaliyh mereka ini tidak tercemar denan noda-noda kemaksiatan.
Tersebut dalam kitab
Al-Fatawil Kubro juz II hal 24 :
(وسئل) رضي الله عنه عن زيارة قبور الأولياء في زمن معين
مع الرحلة إليها هل يجوز مع أنه يجتمع عند تلك القبور مفاسد كثيرة كاختلاط النساء
بالرجال وإسراج السرج الكثيرة وغير ذلك (فأجاب) بقوله : زيارة قبور الأولياء قرية
مستحبة ... إلى أن قال : وما أشار إليه السائل من تلك البدع أوالمحرمات، القربات
لا تترك لمثل ذلك بل على الإنسان فعلها وإنكار البدع بل وإزالتها إن أمكنه. وقد
ذكر الفقهاء في الطواف المندوب فضلا عن الواجب أنه يفعل ولو مع وجود النساء وكذا
الرمل، لكن أمروه بالبعد عنهن وينهى عما يراه محرما، بل ويزيله إن قدر كما مر. اهـ
Artinya :
“Syaikh Ibnu Hajar
ditanya tentang ziarah kubur para wali pada saat tertentu dan menuju ke kuburan
itu, apakah itu diperbolehkan, sedangkan di situ terjadi banyak
mafsadah/kemaksiatan, seperti berbaurnya kaum laki-laki dan perempuan,
menyalakan lampu dalam jumlah yang banyak dan lain sebaigainya. Beliau menjawab
: ziarah kubur para wali adalah suatu amal kebaikan yang dianjurkan ….. sampai
kata-kata kiyai mushonnif : apa yang diisyaratkan oleh si penanya berupa
tindakan bid’ah atau hal-hal yang diharamkan, jangan menjadi sebab
ditinggalkannya kebaikan tersebut. Bagi seseorang tetaplah melakukannya dan
ingkar/benci terhadap pelanggaran dan menghilangkannya, kalau memang
memungkinkan. Para fuqaha’ menyebutkan mengenai thawaf sunat apalagi thawaf
wajib agar dilakukan walaupun di situ ada banyak perempuan demikian pula
lari-lari kecil. Namun mereka memerintahkan agar menjauh dari para perempauan
tersebut. Demikian pula ziarah kubur tetap dilakukan akan tetapi jauhilah
(berdesak-desakan dengan) kaum wanita dan cegahlah dan kalau bisa hilangkanlah
hal-hal yang diharamkan seperti keterangan yang telah lewat.
Post a Comment